Inseminasi Buatan Sapi di Jawa Timur Adalah Bagian Dari Upaya Perwujudan Swasembada
Wilayah provinsi Jawa Timur dikepung topografi wilayah yang meliputi pantai dan pegunungan. Dengan dukungan kondisi geografis yang demikian, tak heran jika wilayah timur di pulau Jawa ini memiliki segudang potensi untuk dijadikan lokasi pengembangan usaha ternak sapi. Beralih ke daerah yang ada di dalamnya, kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang lokasinya dekat dengan pegunungan, sehingga sangat ideal untuk membangun persawahan dan perkebunan.
Hal ini tentunya sangat menguntungkan mengingat para peternak dapat menyediakan pakan alami untuk peliharaan mereka. Sebagai contoh, pada musim panen tebu limbahnya bisa dipergunakan sebagai pakan sapi, demikian juga saat panen padi, jagung, dan lainnya.
Diungkapkan Nurcahyo selaku Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada TribunJatim.com (19/10/2018), pada 2017 lalu jumlah populasi sapi potong di Malang mencapai 234.482 ekor dan 83.660 ekor sapi perah. Hal ini menjadikan kabupaten Malang sebagai populasi sapi terbanyak nomor 2 di Jawa Timur setelah Jember.
Percepatan pertumbuhan kemudian didukung dengan program nasional Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting) yang dikembangkan pada tahun yang sama. Progress tersebut didukung dengan peran Inseminasi Buatan Sapi (IB) yang berhasil menghasilkan 105.000 sperma sapi dengan aseptor atau sapi betina siap bunting sebanyak 85.000 ekor.
Menurut data DPKH Malang, sebaran populasi sapi potong di provinsi Jawa Timur meliputi kecamatan Wajak, Turen, Poncokusumo, Kalipare, Gedangan, Bantur, Wagir, Singosari, Pakis, Sumbermanjing Wetan, Sumberpucung, dan Donomulyo. Sementara populasi sapi perah tersebar di wilayah kecamatan Pujong, Kasembon, Kalipare, Lawang, Ngantang, Jabung dan Bantur. Menilai dari kondisi yang telah disebutkan, rasanya tidak berlebihan jika menyebut kabupaten Malang sebagai salah satu sentra penghasil sapi.
Melalui Beritajatim.com (06/02/2019), disebutkan bahwa pertumbuhan ternak sapi di wilayah tersebut terbilang masih cukup tinggi. Disampaikan oleh Mohammad Iksan selaku Pendiri Padepokan Cinta Tanah Air di Malang secara tak langsung hal tersebut telah mendongkrak pertumbuhan ekonomi mikro di masyarakat.
Salah satu sosok sukses yang telah bergerak di bidang ini adalah Mohammad Sueb yang dikenal juga sebagai Kepala Desa Jatisari, Kecamatan Pakisaji, Malang. Jauh sebelum menjabat jadi kades, dirinya telah lama menekuni bisnis ternak sapi sejak masih lajang.
Ditengah kesibukannya menjalankan posisinya sebagai pemimpin masyarakat, Sueb masih meluangkan waktunya untuk mengurus sendiri warisan peternakan ayahnya. Peternakan sapi yang dikelolanya tersebut telah berkontribusi mengantarkan Desa Jatisari menjadi desa teladan dan maju yang memenangkan perlombaan tingkat daerah dalam beternak sapi. Berbagai jenis sapi seperti limosin, brangus, dan simmental pernah diternakan oleh pria pekerja keras tersebut. Harga jual per ekornya diperkirakan berkisar antara 10 juta rupiah untuk jenis anakan dan 50 juta rupiah untuk jenis dewasa.
Tak hanya Desa Jatisari saja yang menjadi maju berkat usaha pengelolaan terhadap hewan ternak memamahbiak tersebut, Desa Wonoayu pun juga ikut mencicipi manisnya bergelut di bidang tersebut.
Dilansir MediaIndonesia.com (17/09/2019), sekitar 87% warganya mengandalkan hidup dari beternak sapi. Kepala Desa Wonoayu, Wima Nuhwana bahkan menyebutkan bahwa sekitar 40% warganya merupakan lulusan SD. Namun begitu, mereka sangat mumpuni dan profesional dalam hal penataan dan pengelolaan.
Pada bulan-bulan tertentu para pemilik sapi di Desa Wonoayu bahkan akan menggelar kawin massal ternak mereka melalui inseminasi buatan sapi. Diakui Bupati Malang, Rendra Kresna program inseminasi buatan sapi tersebut intensif dilakukan di wilayahnya sebagai bagian dari upaya perwujudan swasembada sapi.
Dengan banyaknya masyarakat yang bergelut di usaha ini membuat Provinsi Jawa Timur mengalami surplus daging sapi dan menjadikannya sebagai daerah penyumbang terbesar kebutuhan daging sapi secara nasional.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari program kawin suntik atau inseminasi buatan sapi yang telah dijalankan sejak tahun 1974. Sebagai bagian dari program pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upaya meningkatkan populasi sapi, inseminasi buatan dirasa memberi manfaat yang cukup besar terutama bagi para peternak dalam mengembangbiakan peliharaan.
Seperti yang diutarakan oleh Pitoyo yang merupakan anggota dari Kelompok Peternak Sapi Wonokoyo di Desa Wonoayu, dirinya merasa sangat terbantu dengan adanya kecanggihan inseminasi buatan sapi tersebut. Selama ini diakui dirinya kesulitan untuk mendapatkan jenis pejantan. Selain itu, IB dirasa merupakan cara yang lebih ringan dan minim resiko jika dibandingkan dengan mengawinkan sapi secara alami.
Tujuan dari program IB adalah untuk meningkatkan produksi daging sapi agar tidak selalu bergantung pada daging impor. Pada 2018 lalu bahkan tercatat bahwa sektor peternakan khususnya sapi potong telah menyumbang sekitar 3% dari Rp. 82 triliun pendapatan asli daerah Kabupaten Malang seperti yang dikutip dari voaindonesia.com (14/09/2018).
Selain sejumlah kecamatan yang ada di kabupaten Malang, beberapa kabupaten lainnya di Jawa Timur juga ikut berperan dalam menopang kebutuhan daging nasional. Hal ini justru berbanding terbalik dengan provinsi DKI Jakarta yang justru masih lebih banyak dicukupi oleh daging sapi dari luar.
Kondisi tersebut bisa jadi didukung dengan kualitas sapi luar yang terbilang masih baik. Dalam hal ini tentunya diperlukan intervensi pemerintah dalam memberdayakan peternak sapi lokal. Tak hanya berdampak pada pengurangan impor, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahateraan masyarakat di wilayah tertentu.