Insentif Fiskal Untuk Dorong Pengembangbiakkan Sapi Potong di Indonesia
Pemerintah melalui PP No. 45/2019 bakal memberikan fasilitas fiskal berupa super deductible tax atau pengurangan penghasilan bruto di atas 100 persen kepada usaha yang menyelenggarakan vokasi dan R&D. Penyelenggara vokasi bisa mendapatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari biaya penyelenggaraan vokasi, sedangkan R&D paling tinggi 300 persen dari biaya penyelenggaraan R&D.
Namun, PP tersebut masih belum mengatur mengenai kriteria dan syarat yang perlu dilakukan oleh pengusaha apabila ingin memperoleh insentif tersebut. Adapun aturan teknis insentif tersebut dalam bentuk peraturan menteri tengah dibahas.
Wakil Ketua Umum Bidang Makanan Olahan dan Industri Peternakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Juan Permata Adoe menilai industri pengembangbiakan sapi potong di Indonesia memenuhi kriteria usaha penyelenggara research and development (R&D) yang menjadi sasaran insentif pajak tersebut.
Menurutnya, pemanfaatan insentif ini bakal lebih akomodatif dibanding kebijakan importasi 5:1 yang mengatur kewajiban impor indukan untuk setiap impor sapi bakalan yang dilakukan usaha penggemukan. Usulan penghapusan aturan tersebut lantaran berpengaruh buruk terhadap iklim usaha penggemukan sapi potong di Indonesia. Banyak feedlot yang mengalami kesulitan sehingga melakukan pengurangan volume importasi bakalan akibat kewajiban itu.
Usulan untuk menghapus kebijakan ini sejatinya telah beberapa kali disampaikan oleh Kadin, termasuk oleh Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana. Namun pihak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ia sebut belum bisa memberi jawaban terkait aturan tersebut. Teguh menilai kebijakan tersebut tidak adil bagi pelaku usaha penggemukan sapi potong di Indonesia, seharusnya juga dikenakan pada importir daging sapi, yang tidak punya nilai tambah secara ekonomi.
Sumber: bisnis.com