Rencana Pemerintah Menaikkan Bea Masuk dan Pajak Impor, Berlawanan Dengan Kebijakan Sebelumnya
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Wisnu Wardhana mengatakan, pemerintah RI akan memberlakukan kebijakan tarif rate quota (TRQ) untuk produk hewani dan hortikultura.
Langkah itu diambil setelah Indonesia kalah dalam sidang dispute settlement body (DSB) WTO pada November 2017, yang meminta penyesuaian Peraturan Menteri Pertanian dan Peraturan Menteri Perdagangan. Pemerintah juga telah melakukannya, namun tetap menerapkan strategi untuk mengontrol agar impor produk hortikultura dan hewani tidak melonjak tajam sehingga merugikan peternak dan petani.
Kebijakan TRQ memang diperbolehkan oleh WTO untuk diberlakukan oleh sebuah negara, seperti menaikkan bea masuk dan pajak impor atas sejumlah produk pada periode tertentu, pada saat panen raya dan kelebihan stok dalam negeri.
Namun demikian, pemerintah belum dapat menyebutkan berapa besaran kenaikan bea masuk pada periode tertentu tersebut, karena Kementerian Perdagangan sedang memeriksa batas atas pengenaan bea masuk dan pajak impor atas masing-masing produk hortikultura dan produk hewani yang diperbolehkan dalam WTO. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, produk hewani dan hortikultura saat ini dikenai bea masuk berkisar antara 5%-10%.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita mengatakan, kebijakan penerapan bea masuk dan pajak impor yang tinggi pada saat masa penen raya akan diterapkan dalam waktu dekat. Pemerintah juga akan memperketat proses pengawasan dan sertifikasi halal atas impor produk-produk hewani dan hortikultura. Tidak hanya dari sisi penyembelihan, tetapi juga pakan yang diberikan.
Menurutnya, penerapan bea masuk dan pajak impor yang tinggi pada saat masa panen raya atau kelebihan stok di dalam negeri tersebut akan diberlakukan kepada semua negara, untuk mengindari tudingan perlakuan diskriminatif atas negara-negara tertentu
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana, menilai langkah pemerintah sudah tepat. Namun demikian, rencana tersebut justru berlawanan dengan kebijakan pemerintah sebelumnya. Untuk impor daging sapi contohnya, benarkah pemerintah bakal menerapkan bea masuk dan pajak impor tinggi untuk produk tersebut dari Selandia Baru? Karena baru kemarin ini pemerintah membuka impor daging sapi dari Brasil dengan dalih menekan harga daging domestik.
Kemudian untuk produk susu, PPSKI menilai kebijakan kenaikan bea masuk dan pajak impor pada komoditas tersebut justru berlawanan dengan pakta dagang yang dijalin Indonesia dengan Selandia Baru dalam kerangaka Asean-Australia, New Zealand Free Trade Area (AANZFTA). Pasalnya, dalam pakta kerja sama dagang tersebut, impor produk susu dari negara anggota AANZFTA akan dikenakan tarif 0% mulai 2020.
PPSKI juga ragu dengan upaya pemerintah menghambat laju impor daging sapi dan susu dari AS dan Selandia Baru, dengan pemberlakuan kewajiban halal bagi impor produk-produk hewani. Karena AS dan Selandia baru telah memiliki lembaga sertifikasi halal yang sudah diterima di banyak negara Timur Tengah.
Oleh sebab itu, solusi yang lebih efektif menurut PPPSKI adalah pemerintah menggenjot produksi nasional baik susu dan daging sapi dengan berbagai terobosan. Supaya ketergantungan impor kita berkurang dan peternak tidak menjadi korban.
Sumber: bisnis.com