Pola Peternakan Sapi Potong di Indonesia Harus Diubah
Kenaikan harga daging sapi dipicu kekurangan pasokan namun permintaan melonjak. Pemerintah diminta segera mengubah sistem pasokan untuk mengantisipasi kelangkaan. Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Rochadi Tawaf, mengatakan, peningkatan jumlah produksi sapi potong di Indonesia menjadi kunci menekan harga dan mencukupi permintaan.
Pola pembibitan peternakan dinilai tidak cukup efektif untuk Indonesia sehingga perlu sistem penggemukan untuk menggenjot produksi dan meningkatkan nilai tambah. Jika produksi meningkat, tidak hanya konsumen yang diuntungkan. Tapi pasti ada peningkatan kesejahteraan di tingkat peternak.
Ia menilai, sumber permasalahan awal harga daging sapi yang tidak terbendung berasal dari data. Data yang dimiliki tidak cukup lengkap untuk menilai kebutuhan dan ketersediaan daging. Disisi lain, keadaan di lapangan menunjukkan data kenaikan harga cukup signifikan.
Pemerintah kemudian menjadikan harga sebagai patokan ketimpangan antara permintaan dan ketersediaan. Kebijakan yang diambil kemudian tidak menguntungkan petani. Keinginan mendorong harga Rp80 ribu per kilogram tanpa didasari grand design yang tepat.
Rochadi juga menyebut, langkah pemerintah membenahi harga dengan operasi pasar bukan solusi. Kegiatan itu hanya akan memberikan pilihan sementara bagi konsumen, bukan menyediakan harga stabil dalam jangka panjang. Operasi pasar menggunakan daging impor memicu peternak sapi potong di Indonesia tertekan.
Mereka merasa tidak dilindungi pemerintah dan dikhawatirkan enggan beternak sapi. Yang dikhawatirkan nantinya ada penurunan populasi sapi potong dan sapi perah karena malas beternak, terlalu banyak impor.
Direktur Utama PD Dharma Jaya, Marina Ratna Dwi Kusumajati mengatakan, sulit menjual daging Rp 80 ribu per kilogram. Perhitungan daging sapi mulai dari penggemukan hingga pemotongan di rumah potong hewan (RPH) sudah di atas harga itu. Untuk menjual daging segar Rp80 ribu itu sangat tidak mungkin, karena harga bobot sapi potong di Indonesia dalam keadaan hidup Rp 41 ribu per kilogram.
Lain halnya dengan daging beku, itupun hanya untuk produk jenis CL. Sedangkan secondary cut bisa dijual Rp85 ribu per kilogram hingga Rp89 ribu per kilogram.
Menurut Marina, pemerintah harus bisa membenahi persoalan sapi hidup. Operasi pasar tidak bisa menyelesaikan masalah harga dengan tuntas. Hal ini terbukti dari harga daging sapi yang tetap pada level Rp 120 ribu hingga Rp 130 ribu per kilogram.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim, bahwa impor adalah cara pemerintah memberikan opsi kepada rakyat. Dengan daging beku, jeroan impor, dan daging kerbau mendorong masyarakat memiliki lebih banyak variasi sumber protein.
Sumber: harnas.co