Sejumlah Kalangan Meragukan Keinginan Jokowi Untuk Bisa Swasembada Sapi 10 Tahun Kedepan
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut, terdapat tiga strategi guna mengabulkan permintaan Presiden Joko Widodo untuk swasembada daging sapi dalam waktu 10 tahun kedepan. Yaitu, melakukan pembibitan ternak sapi unggul dengan manajemen oleh swasta seperti di Bogor, pendampingan hasil-hasil oleh penelitian akademisi, serta pendampingan kelembagaan oleh Kementan.
Proses pendampingan itu dilakukan terhadap bibit-bibit ternak sapi potong unggulan yang rencananya akan diberikan kepada peternak sapi di seluruh Indonesia secara konsisten dan tidak terputus. Tujuannya guna memastikan ternak sapi yang dikembangbiakkan tidak mati atau hilang.
Akan tetapi, sejumlah kalangan meragukan keinginan Presiden Joko Widodo yang ingin mewujudkan swasembada daging sapi dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Persoalan data seputar konsumsi dan populasi jadi titik fokus permasalahan. Antara lain Politikus PKB, yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan serta Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana.
Menurut Daniel, kalau benar bisa 10 tahun, itu sangat luar biasa, sebab berdasarkan perhitungannya, pencapaian swasembada daging sapi paling cepat baru tercapai 15 tahun kemudian. Itu pun dengan syarat program dijalankan dengan konsisten berdasarkan data yang akurat dan valid.
Ternak sapi yang nantinya akan dipotong, lahir dari sapi indukan. Pada kenyataannya saat ini sapi potong indukan lokal pun kurang, bahkan rajin disembelih. Kemudian pada proses perkembangbiakannya membutuhkan pemeliharaan serta masa tunggu kehamilan dan penggemukan yang sarat risiko kematian. Dan ketika ternak sapi lahir tidak bisa langsung besar dan dimanfaatkan dalam waktu singkat, seperti padi atau ayam.
Daniel menilai, segala program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka memperbanyak populasi sapi potong lokal sangat baik dari sisi teoritis. Semisal gertak birahi, inseminasi buatan, program integrasi sapi sawit, pencegahan penyembelihan sapi betina, ataupun sentra peternakan rakyat (SPR). Demikian juga dengan program sapi indukan impor meski realisasinya minim.
Namun hanya memiliki program tanpa pelaksanaan yang konsisten dan nyata juga sia-sia. Contohnya adalah swasembada sapi, program pencapaiannya bukan hal baru, dari zaman pemerintahan sebelumnya pun sudah ada. Pada prakteknya program tersebut belum juga tercapai, penyebabnya adalah karena tidak dilaksanakan secara sistematis.
Kondisi saat ini, jumlah pasokan daging yang berasal dari sapi lokal memang sangat rendah, karena jumlah ternaknya juga semakin berkurang. Ditambah lagi masih maraknya pemotongan sapi betina untuk dapat mengejar keuntungan yang semakin sulit didapat.
Jika situasi tersebut dibiarkan, yang terjadi cita-cita swasembada makin jauh dari harapan. Untuk mengatasi hal tersebut kebijakan impor daging sapi ataupun ternak sapi harus terus dilakukan tetapi dengan jumlah tertentu yang telah diperhitungkan.
Sumber : republika.co.id
--------------------------------------------------------------
Tanggapan PPSKI Melalui Ketua Umum Teguh Boediyana
PPSKI menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo yang ingin mewujudkan swasembada daging sapi dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Namun hal tersebut tidak mudah dan butuh kerja keras. Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian.
Yang pertama adalah data kebutuhan konsumsi dan pasokan sapi. Sebab, tingkat konsumsi masyarakat sekarang dengan 10 tahun nanti tentu akan berbeda. Dengan pertambahan jumlah penduduk, ekonomi yang semakin baik, serta perilaku masyarakat beef minded akan meningkatkan permintaan akan daging sapi yang lebih tinggi lagi.
Yang kedua adalah data populasi sapi yang saat ini tergolong minim, karena berada pada kisaran 12 juta ekor hingga 12,5 juta ekor saja. Bahkan PPSKI mensinyalir jumlah tersebut jauh lebih rendah, mengingat di lapangan banyak ditemukan pemotongan sapi betina produktif.
Oleh sebab itu PPSKI menghimbau kepada jajaran pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk belajar dari kegagalan program swasembada daging sapi dari pemerintahan sebelumnya. Program swasembada sapi di era SBY menggunakan data yang tidak akurat dan asumsi-asumsi yang tidak riil sehingga route map yang dibuat menjadi tidak akurat